Ketika masih bekerja di Bank Syariah Mandiri di Tamrin Jakarta, adik saya mengisahkan sebuah kejadian menarik.
Siang itu datanglah seseorang dengan membawa bawaan barang yang terbungkus dalam gulungan kain berwarna gelap. Dari pembawaannya nampak sekali kalau dia adalah seorang pedagang yang hendak menawarkan dagangannya. Dan benar, dia adalah seorang pedagang yang hendak menawarkan dagangannya berupa papan-papan kecil penunjuk arah atau papan identitas untuk kantor.
“Permisi Pak, saya mau menawarkan dagangan saya sama bapak,” kata pedagang itu sama adik saya.
“Saya yakin bahwa kantor bapak insya Allah pasti membutuhkan barang saya yang ini,” katanya sambil mengambil sebuah papan penunjuk identitas direktur yang diletakkan diatas meja direktur.
Dengan santun adik sayapun menjawab,” wah maaf ya pak, kalau papan nama direktur sudah ada. Jadi maaf ya pak belum bisa beli.”
“ Oke nggak papa. Kalau papan nama direktur tidak, saya yakin bapak pasti akan beli barang saya yang satu ini,” jawab si pedagang dengan rasa percaya diri yang tinggi dan senyum yang tetap mengembang sambil mengambil satu lagi barang dagangannya berupa papan penunjuk bertuliskan musholla.
“ Aduh maaf bapak, papan penunjuk mushollah juga sudah ada. Tuh bapak bisa lihat sendiri kan,” jawab adik saya tetap santun.
“ Oke nggak papa. Kalau papan penunjuk musholla tidak, saya yakin bapak pasti akan beli barang saya yang satu ini,” jawab si pedagang lagi dengan rasa percaya diri yang tinggi dan senyum yang tetap mengembang sambil mengambil satu lagi barang dagangannya berupa papan penunjuk bertuliskan “Ada Lowongan”.
Dengan tetap berusaha santun karena tidak tega untuk mengusir si pedagang, adik sayapun menjawab lagi, “ Bapak, yang itu juga kami tidak beli. Karena disini memang tidak ada lowongan kerja lagi.”
“ Oke nggak masalah. Tapi saya yakin bahwa bapak pasti beli dagangan saya yang satu ini,” timpal si pedagang dengan penuh antusias sambil mengambil dagangannya yang lainnya yang bertuliskan “Tidak Ada Lowongan”.
Sambil geleng-geleng kepala tanda heran dan salut, akhirnya adik sayapun membeli barang dagangan si pedagang antusias tadi. Dan si pedagangpun dengan sangat gembira dan bahagia bergegas pergi meninggalkan Bank Syariah Mandiri siang itu.
Ada banyak kisah tentang heroisme dan semangat hidup yang menginspirasi hidup kita. Dan kali ini kita belajar kisah antusiasme tersebut dari orang yang bukan siapa-siapa.
Betapa antusiasme kita dalam mengahadapi perjalanan kehidupan ini selalu akan berujung pada kebahagiaan dan kegembiraan. Betapa semangat yang selalu menyertai setiap jejak langkah kaki dan tarikan nafas kita akan selalu dan selalu membimbing kita pada akhir yang membahagiakan. Betapa Allah akan membayar lunas impian dan harapan kita seandainya kita mengiringai setiap usaha kita dengan kesabaran dan antusiasme yang membara.
Pepatah Arab mengatakan “ Man Jadda wajada” yang berarti barang siapa dia bersungguh-sungguh maka dia akan mendapatkan. Barang siapa menjalankan setiap aktifitas hidupnya dengan penuh semangat dan gairah yang tinggi demi harapan yang ingin diraihnya, maka Allahpun akan memberikan tunai harapan yang kita inginkan.
Dan terkadang prestasi ataupun pencapaian hidup kita tidak selalu berbanding lurus dengan status, kepandaian, kecukupan modal dan lain-lain yang bersifat material. Prestasi dan pencapaian hidup kita seringkali ditentukan oleh seberapa besar kesabaran dan antusiasme kita dalam mencoba terus dan terus tanpa henti hingga harapan dan impian kita tercapai.
Islam memberikan gambaran betapa energy orang-orang yang sabar dan antusias sebanding dengan sepuluh orang yang biasa-biasa saja dalam menjalani hidupnya.
“ …. apabila ada 20 orang yang sabar diantara kalian, maka dia akan mampu mengalahkan 200 musuh kalian. Dan apabila ada 100 orang (yang sabar) diantaramu, mereka akan mampu mnengalahkan seribu orang-orang yang kafir ….” (QS Al Anfal :65)
Nyatalah bahwa kesabaran dan antusiasme memberikan daya dorong dan daya dobrak yang kuat sehingga apa-apa yang ada disekitar kita akan ikut terseret oleh arus kita bawa, seandainya kita tetap bersabar dan tetap bersemangat.
Kisah paling fenomenal tentang arti sebuah kesabaran dan antusiasme adalah apa yang terjadi pada seorang teman saya ketika menghadapi ujian skripsi di kampus sekitar 10 tahun yang lalu.
Teman yang satu ini bernama Haryo (bukan nama sebenarnya). Haryo adalah seorang yang hampir-hampir tidak pernah menampakkan kesedihan dalam kesehariannya sekalipun ditimpa persoalan yang pelik.
Pembawannya selalu ceria dengan seuntai senyum yang selalu mengembang dari sudut-sudut bibirnya. Dan dia adalah seorang aktifis kerohanian Islam di kampus kami.
Saking sibuknya dengan berbagai kegiatan keummatan, dia sampai tidak begitu siap secara materi mengahadapi ujian skripsi yang tinggal berlangsung besok harinya.
Ringkas cerita, saya yang menyaksikan dari balik dinding ruang ujian dibikin terkagum kagum. Setiap pertanyaan dari 3 dosen penguji selalu dijawabnya dengan cepat, lugas dan penuh semangat. Haryo tidak menyisakan jeda waktu antara pertanyaan dosen penguji dengan jawaban-jawaban yang dia berikan. Dan Haryopun tidak menyisakan satu pertanyaanpun kecuali dijawabnya dengan cepat. Ketiga dosen pengujinyapun geleng-geleng dan mengangguk-angguk dengan kecepatan Haryo menjawab setiap pertanyaan.
Sampailah pada bagian akhir dari ujian setelah sempat ada jeda setengah jam bagi dosen penguji untuk menentukan hasil ujian Haryo. Setelah duduk manis di depan para dosen pengujinya, Haryopun siap mendengarkan hasil akhir dari perjalanan panjang studinya di Fakultas ekonomi Universitas Sebelas Maret.
“ Haryo, dengarkan baik-baik ya,” sapa DR. Soeharno, M.E. sebagai ketua dosen penguji memulai perbincangan.
“Kami bertiga salut sama kamu. Hampir setiap pertanyaan yang kami ajukan kamu jawab bengan cepat, lugas dan penuh dengan semangat yang tinggi. Kamupun tidak pernah ragu dengan jawaban-jawaban kamu. Kamu begitu yakin bahwa data-data dan jawaban-jawaban yang kamu sampaikan adalah benar dan valid adanya,” lanjut dosen penguji yang disambut Haryo dengan anggukan tanda setuju.
“Tapi Haryo, tahukah kamu bahwa dari sekitar 16 pertanyaan yang kami ajukan, kamu hanya menjawab dengan benar 2 pertanyaan saja. Yang 14 lainnya kamu ngawur jawabannya,” lanjut DR. Soeharno yang disambut dengan senyum tanda malu dari Haryo.
“ Tapi demi melihat apa yang sudah kamu sumbangkan untuk kemajuan kegiatan kemahasiswaan di kampus ini, demi melihat betapa semangat dan berapi-apinya kamu menjawab setiap pertanyaan kami dan demi melihat sinar antusiasme dan optimism yang terpancar dari matamu, maka kami bertiga sebagai dosen penguji tidak ingin mengecewakanmu.
Kami bertiga sepakat untuk tutup mata terhadap jawaban-jawaban kamu yang sebenarnya ngawur. Kami tutup mata terhadap kemampuan kamu mempertahankan keilmiyahan skripsi kamu. Kami memutuskan bahwa kamu LULUS SKRIPSI lebih karena antusiasme, optimism dan semangat yang kamu pancarkan.”
No comments:
Post a Comment