Monday, December 29, 2008

Just Words

Pada satu sesi pelatihan tentang Law Of Attraction di Kolaka Utara, setelah panjang lebar saya uariakan detail masalah Law Of Attraction, seorang peserta training bertanya.

Sebetulnya pertanyaan semacam ini adalah hal yang lazim. Seorang peserta pelatihan bertanya tentang satu atau banyak hal, kemudian sang trainer/presenter memberikan jawaban. Kalau jawaban yang diberikan dirasa belum mengena, maka akan terjadi dialog berkelanjutan.

"Apa bedanya IMPIAN dan CITA_CITA ?" tanya peserta

..........................................................

Setelah menghela nafas dalam-dalam, saya mencoba mengurai jawaban dari pertanyaan tersebut.

Dalam bahasa Inggris, antara impian dan cita-cita tidak dibedakan kosa katanya. Kedua-duanya adalah DREAM. Di kosa kata kita saja yang membedakannya.

Bagi saya, impian dan cita-cita tidak ada bedanya. Keduanya memenuhi ruang memori dalam otak kita. Keduanya akan tetap sekedar memenuhi ruang memori otak kita, sampai ada tindakan nyata dari kita untuk merubahnya menjadi realita yang kita dapatkan. Jadi selama tidak ditindaklanjuti dengan kerja nyata untuk mewujudkannya, maka keduanya tetap dan akan tetap sekedar ada di memori otak kita.

Jadi - masih jawaban lanjut dari saya - sebenarnya tidak begitu penting dan hampir-hampir tidak memberikan manfaat yang akan merubah kehidupan kita menjadi lebih baik ketika kita memperbincangkan perbedaan impian dan cita-cita. Kecuali bahwa kita akan mendapatkan kepuasan secara intelektual. Tidak lebih dari itu.

Friday, December 19, 2008

Sound Of Thunder

Sound Of Thunder adalah judul sebuah film. Saya menontonnya sekilas di tahun 2007. Film ini berkisah tentang kehebatan para ilmuwan yang berhasil menemukan alat perjalanan lorong waktu yang memungkinkan manusia diabad sekarang bisa memasuki era jaman purba. Dan penemuan ini kemudian dikomersialkan dalam wujud Wisata Ke Jaman Purba.

Paket perjalanan wisata ini hanya membolehkan peserta untuk sekedar melihat-lihat saja. Peserta dilarang untuk menaruh atau mengambil apapun di lokasi wisata. Peserta juga tidak diperbolehkan merusah apapun yang dilihatnya.

Alkisah, setelah untuk kesekian kalinya wisata itu berlangsung, secara mengejutkan kondisi bumi ini berubah. Jalanan ramai yang dipenuhi oleh hutan beton gedung pencakar langit, tiba-tiba ditumbuhi pepohonan hijau super besar mirip di belantara hutan. Kehidupan kota menjadi mati. Binatang buas dan liar berlarian ditengah kota siap merusak apapun yang dijumpainya. Semua manusia mengalami katakutan yang sangat. Dan bumi seperti kembali ke jaman purba, ketika tidak ada satupun teknologi modern yg dikasai manusia.

Pihak penyelenggara paket wisata ke jaman purba itu yakin bahwa ada masalah dengan perjalanan di paket wisata tersebut. Investigasipun dilakukan. Dan setelah dilakukan pengamatan secara seksama dari rekaman setiap perjalanan, maka didapati bahwa ada satu edisi perjalanan dimana salah satu pesertanya menginjak seekor capung hingga mati.

Ringkas cerita, kamatian capung tersebut - yg tentunya sebelum adanya perjalanan wisata tersebut maka capung itu hidup dengan normal - telah merubah keseimbangan kehidupan. Hal kecil tersebut karena terjadi beberapa juta tahun yg lalu ternyata telah memberikan akibat yang sungguh dahsyat akibat efek berantai yang ditimbulkannya. Kehidupan ini menjadi sangat berbeda cerita akhirnya, dikarenakan perbedaan peristiwa sejarah yang menyertainya.

Akhirnya, untuk mengembalikan kehidupan sebagaimana sebelumnya, maka dirancanglah sebuah misi perjalanan ke jaman purba dengan dimensi waktu persis sebelum kejadian terinjaknya sang capung. Setiap kejadian yg bisa mengakibatkan terinjaknya capung dihindari. Dan akhirnya, berkat kegigihan para ilmuwan yang ada akhirnya mereka berhasil. Dan kehidupan kembali normal seperti sedia kala. Sebuah akhir yang bahagia, khas film Amerika seperti ingin menyombongkan diri bahwa sesulit apapun kondisinya, tetapi Amerika tetap akan bisa memberikan solusi.

..........................................................

Bagaimana dengan kehidupan kita ?

Begitu juga dengan kehidupan kita. Apa yang kita dapati sekarang, tidak lain adalah buah dari semua tindakan dan perilaku kita di masa yang lalu. Hari ini adalah buah dari perilaku kita di hari kemarin. Dan hari esok adalah buah dari apa yang kita tanam hari ini. Benih yang kita sebar hari ini, itulah buah yang akan kita panen di hari esok.

Keinginan untuk mendapati kehidupan yang baik dimasa depan tentunya harus diawali dari susunan batu bata yang baik di hari ini. Begitu ada kelalaian kita dalam menyusun batu bata sehingga mendapati susunan yang jelek, maka apabila kita biarkan saja tentu akan menghasilkan bangunan masa depan yang rapuh.

Kalau kita masih menginginkan bangunan yang kokoh, kuat dan cantik, maka kita harus mulai menyusun bagian-bagian bangunannya dengan bahan dan susunan terbaik. Kekeliruan yang ada haruslah segera diperbaiki. Karena keterlambatan perbaikan hanya akan menambah ongkos kehidupan menjadi lebih besar. Orang banyak mengatakan bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati. Akan tetapi kita juga hendaknya meyakini bahwa mengobati selalu tidak akan pernah ketinggalan momentum terbaiknya.

Yang perlu kita yakini adalah bahwa sekaranglah saatnya kita mulai menanam benih yang baik dan menyusun susunan batu bata kehidupan ini dengan kokoh dan cantik, untuk mendapatkan bangunan masa depan dan hasil panen yang terbaik. Seandainya kita dapati ada bagian bangunan yang tidak selaras dan bisa berakibat fatal untuk kebaikan bangunan itu nantinya, maka, hendaknya kita jangan sungkan-sungkan untuk memperbaikinya. Atau merubah total bangunan yang ada dengan yang baru, yang lebih kokoh dan cantik. Sebelum kita menyesali bahwa bangunan kehidupan yang kita berteduh di dalamnya, dipenuhi retakan-retakan menakutkan di sana sini.

Wallahu a'lam



Thursday, December 04, 2008

Bombana, The New Dreamland

Pada 20 November lalu, saya mendapatkan kesempatan melakukan perjalanan ke Kabupaten Kolaka Utara, sekitar 300 km barat laut dari Kendari ibu kota Sulawesi Tenggara.

Insrastruktur jalan yang kurang baik di beberapa ruas jalan Trans Sulawesi antara Kendari dan Kolaka Utara, serta medan berat berbukit banyak jurang berbibirkan pantai terjal bagian barat Sultra dan berliku menjadikan jarak yang kalau di pulau Jawa bisa ditempuh dalam 5 jam itu harus kami tempuh lebih dari 8 jam.


Seorang teman yang menemani perjalanan ini – Pak Dani namanya – menceritakan banyak hal tentang Sulawesi Tenggara kepada saya, mengingat ini adalah perjalanan pertama saya ke wilayah Sultra.


Menurutnya, akhir-akhir ini ada fenomena menarik yang terjadi di Sulawesi Tenggara. Fenomena itu adalah adanya eksodus besar-besaran masyarakat Sultra ke Kabupaten Bombana. Berpuluh bahkan beratus-ratus ribu orang-orang berbondong meninggalkan tempat tinggal dan pekerjaannya pergi menuju tanah impian baru yaitu Bombana.


Pa Dani menceritakan bahwa banyak pabrik-pabrik yang mulai resah karena ditinggal pergi oleh karyawannya menuju Bombana. Bahkan pegawai-pegawai dengan status honorerpun memilih pergi ke Bombana. Konon tidak sedikit juga para abdi negara (PNS) yang memilih cuti demi untuk ikut eksodus ke Bombana.


.....................................................


Ceritanya berawal dari adanya sebuah keluarga di Bombana yang dalam waktu sangat singkat tiba-tiba berubah menjadi sangat kaya, padahal sebelumnya mereka adalah keluarga yang miskin.


Konon mereka adalah pendatang yang sebelumnya tinggal di Timika, dekat penambangan emas Freeport. Setelah tinggal di Bombana, mereka merasa bahwa jenis tanah di Bombana sama dengan dengan tanah di Freeport. Melihat kesamaan alam Bombana dengan Freeport, maka mereka juga yakin bahwa di Bombana ini juga mengandung emas seperti juga di Freeport.


Mulailah kepala keluarga ini masuk ke hutan. Mulailah dia menggali, kemudian mendulangnya di sungai. Dan ternyata benar bayangan mereka, mereka mendapatkan biji-biji emas. Dan akhirnya setiap hari mereka keluar masuk hutan untuk mendulang emas, tetapi apa yang mereka lakukan tidak diketahui oleh masyarakat Bombana yang lainnya.


Dalam waktu sekejap kehidupan pendatang inipun berubah. Rumah mereka diperbaiki sehingga tampak mewah. Mereka membeli mobil dan sejumlah perabot mewah lainnya. Tentu saja perubahan drastis ini memunculkan kecurigaan pada para tetangganya dan memunculkan rasa ingin tahu.


.............................................................


Agaknya ada sebagian tetangganya yang mulai mengamati aktivitas mereka. Ketika hendak masuk hutan untuk mendulang emas, beberapa tetangganyapun mulai mengikuti tanpa sepengetahuan mereka. Sehingga akhirnya para tetangga itupun bisa memahami bagaimana mereka bisa mendapatkan kekayaan, yaitu dengan mendulang emas di hutan.


Setelah itu cerita tentang Bombana yang menyimpan deposit emas besar cepat menyebar ke seantero penjuru Sulawesi, terlebih khusus ke kabupaten lain di propinsi Sulawesi Tenggara. Dan bisa ditebak cerita selanjutnya, ratusan ribu orang berhamburan pergi ke Bombana untuk berburu biji emas.


.................................................................


Eksodus ini mencapai puncaknya pada Ramadhan 1429 lalu tepatnya di bulan September 2008. Barangkali karena didesak oleh pemenuhan kebutuhan lebaran, puluhan ribu orang datang ke Bombana.


Banyak sekali cerita sukses menyertai hiruk pikuk di Bombana. Ada yang dalam 10 hari bisa mendapatkan 20 gr biji emas. 1 gram dijual dengan harga sekitar Rp. 200.000,- an mengingat kualitas emas Bombana yang sangat baik. Sehingga dalam 1 bulan bisa mengantosi sekitar 10jutaan, jauh lebih banyak daripada hanya menjadi buruh dengan gaji 2jutaan dalam sebulan.


Tetapi tidak sedikit juga cerita kelam berbuntut kematian. Berjubelnya orang yang mendulang emas melahirkan tensi emosi tinggi yang sering tidak terkendali. Hanya karena tersenggol oleh pendulang lainnya yang mengakibatkan jatuhnya butiran biji emas yang didapat, seorang pendulang memilih untuk berkelahi yang berujung pada kematian.


Ada juga karena begitu bersemangat dan bernafsunya menggali dan mendulang, mereka tidak peduli lagi dengan keselamatan diri. Pada suatu siang beberapa orang yang menggali hingga ke kedalaman tanah sudah tidak peduli lagi dengan kekuatan struktur tanahnya. Ketika asyik menggali, tiba-tiba galian itupun runtuh dan mengubur beberapa penambang yang ada dibawahnya.


Cerita lain yang tidak kalah serunya adalah melambungnya harga wajan atau alat penggorengan. Wajan yang biasanya dijual dengan harga 50 ribuan rupiah, sekarang melambung menjadi 200 ribuan. Itu semua terjadi karena para pendulang menjadikan wajan sebagai alat untuk mendulang dan memisahkan butiran tanah dengan biji besi. Bisa ditebak, wajan menjadi barang paling dicari orang Sultra saat ini.


Dan mengingat bahwa eksodus besar-besaran ke Bombana ini mulai tidak beraturan, Pemkab Bombanapun akhirnya menerapkan beberapa peraturan daerah. Setiap orang yang masuk ke Bombana untuk mendulang emas harus memiliki surat ijin semacam SIM, tentunya dengan membayar sejumlah rupiah. Ini tentu bisa menjadi pendapatan daerah untuk kemajuan Bombana.


Bersambung ....