Monday, November 03, 2008

Reality Understanding

Saya sedang mengenakan lagi sepatu setelah selesai melakukan sholat dhuha di mushola fakultas. Sementara itu kami - saya dan teman lain yang berada di beranda mushola - bercanda sedikit yang seperti sudah menjadi rutinitas keseharian kami kalau bertemu. Pagi itupun serasa indah setelah kami melewatinya dengan aktifitas yang kami anggap positif.

Keceriaan pagi itu sontak berubah hening ketika tiba-tiba datang teman kami yang lain dengan berondongan omongannya.

"Mbang, kamu adalah orang yang dzolim. Kamu harus memper tanggungjawabkan semua kekacauan ini dihadapan Allah kelak .... ," yang segera saya potong karena memang terdengar nggak enak.

"Hei, ada apa ini. Duduk yang tenang dan ngomong yang jelas," balasku.

"Kamu orang dzolim. Kenapa para muslimah itu kamu biarkan berkeliaran di kampus ini, sementara orang tua dan keluarga mereka ada di kota yang lain. Kamu sebagai ketua BPPI (Badan Pengkajian dan Pengamalan Islam, semacam rohis di FE UNS) mestinya menyuruh mereka tinggal di rumah-rumah mereka masing-masing. Bukankan Allah menyuruh mereka tinggal di rumah-rumah mereka masing-masing," berondongan itu mengalir dengan deras dan cepat seraya mengacung-acungkan telunjuknya tepat ke arah mukaku, diselingi kutipan-kutipan ayat kitab Al Qur'an yang ditafsiri sekehendak dia.

Teman saya yang satu ini memang belum lama memiliki semangat untuk menata ulang hidupnya sesuai dengan tuntutan kitab suci (Al Qur'an) dan sunnah Rasululloh. Saya sendiri tahu persis bahwa dua semester yang lalu, bacaan Qur'annyapun masih berantakan. Saya tidak tahu apa yng ada dalam pemikiran dan keyakinannya sehingga tiba-tiba dia berubah menjadi seperti hakim yang siap memuntahkan semua fonis hukumnya pada orang lain.

Setelah dia berhenti memberondongku, giliran saya yang bertanya.

"Sekarang gini. Kalau anda nanti menikah, kemudian pada saatnya nanti istri anda hamil. Nah di sekitar anda ada 3 dokter yang bisa menolong persalinan istri anda. Satu dokter laki-laki, satunya lagi dokter wanita non muslim dan yang terakhir dokter wanita muslimah. Nah, kemana anda akan bawa istri anda untuk persalinan ?"

Dengan bangga dia menjawab, " Ya jelas saya bawa ke dokter wanita muslimah. Tidak mungkin aku bawa ke dokter laki-laki apalagi ke dokter non muslim".

"Oh begitu ya. Kalau begitu anda pembohong besar," potongku cepat.

"Anda tidak boleh menuduh saya sebagai pembohong besar," jawabnya penuh emosi.

"Gimana mungkin ada dokter wanita muslimah, kalau tidak ada muslimah yang kuliah. Karena untuk jadi dokter itu harus kuliah di kedokteran, ikut program Co Ass," timpalku lebih lanjut yang menjadikannya tambah bingung.

"Oke, oke. Saya mentoleransi kalau kuliahnya kedokteran. Tapi ini kita di ekonomi. Setelah lulus para muslimah itu akan bekerja di sektor publik. Padahal kewajiban bekerja kan ada pada para suami mereka .." lanjutnya mulai ngawur.

"Nah, kalau gitu ada dalilnya. Firman Allah: Wahai orang-orang beriman, jauhkanlah diri kalian dari berprasangka. Karena sebagian dari prasangka itu adalah kesalahan," sambung saya dengan membacakan ayat Al Qur'an ini dalam teks arab hingga selesai dan mengartikannya.

"Saya yakin anda belum pernah mengadakan survey untuk mengetahui apakah para muslimah itu akan bekerja atau tidak. Sehingga anda nggak boleh memfonis seperti itu," lanjutku kemudian.

"Pokoknya gini. Sebelum ada ayat yang mengatakan bahwa dihalalkan kuliah kedokteran dan diharamkan kuliah ekonomi, maka saya tidak akan mengikuti anjuran anda. Sepertinya anda perlu belajar agama lebih serius lagi," kataku sambil berdiri meninggalkan teman tadi yang mukanya mulai kelihatan memerah. Entah marah atau bingung saya juga tidak tahu.

2 comments:

  1. Mungkin teman bapak harus diberikan pertanyaan berikut:

    -siapa yang akan menangani kasus kejahatan susila terhadap perempuan di kepolisian jika bukan polwan? polisi pria mungkin akan lebih fokus terhadap fakta, tapi kurang berempati terhadap kejadian traumatis yang dialami korban.

    -Dilembaga legislatif, siapa yang akan memikirkan dampak perekonomian dan berbagai kebijakan negara terhadap kaum perempuan apabila tak ada perempuan cerdas yang jadi wakil di parlemen? maaf pak, bukan mempermasalahkan gender, tapi itulah sebabnya kita diciptakan berbeda, karena lelaki dan perempuan punya sudut pandang berbeda dalam menyikapi masalah sehingga akan menghasilkan pemikiran yang lebih sempurna.

    Ini pernah diungkapkan oleh khofifah: Negara harus berterima kasih kepada perempuan2 berpendidikan tinggi namun memutuskan tidak bekerja diluar rumah secara formal demi menjaga keluarganya. Artinya, walau perempuan memilih untuk jadi ibu rumah tangga 100% atau bekerja dari rumah, maka pendidikan tetap utama.

    Resti

    ReplyDelete
  2. Attention Bloggers:

    Announcing project "Blogger-Earth"

    Mapping the World of Bloggers!

    Participate by visiting Blogger-Earth and by forwarding and posting the URL on your blogs. Together we can map the blogging world!

    Copy & Paste this URL:
    http://blogger-earth.blogspot.com

    ReplyDelete