Saturday, November 01, 2008

Just Answer It



Pada beberapa moment kehidupan yang saya jalani, sering muncul beberapa persoalan-persoalan dan pertanyaan-pertanyaan yang menggelitik. Sebagiannya sangat menggelitik dan dibutuhkan jawaban dengan memutar otak lebih keras. Sebagiannya yang lain – entah bagaimana awalnya – Allah memberikan kemudahan untuk menjawabnya dengan baik.

1. Pekerjaan Tetap

Ketika hendak melamar wanita yang sekarang menjadi istri saya, calon mertua (camer) menanyakan satu hal setelah pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Camer : apa kamu sudah punya perkerjaan tetap .....

Saya : kalau pekerjaan tetap sih belum, tetapi saya tetap bekerja .....

Setelah menikah, istri saya bilang bahwa bapak (mertua saya) sangat kaget dengan jawaban saya waktu melamar. Bapak tidak menyangka dengan jawaban saya yang singkat, ceplas-ceplos dan berani tanpa pikir panjang.

Tetapi – masih kata istri – justru karena jawaban cepat dan berani itulah akhirnya bapak mantap menerima lamaran saya. Baginya, anaknya akan aman ditangan orang yang berani ambil resiko.


2. Gaji Pokok

Sewaktu menjadi Manager HRD di sebuah Sekolah Islam International di Jakarta dan diadakan sosialisasi tentang sistem kepegawaian, pada saat pembahasan tentang penggajian, ada karyawan yang bertanya :

Karyawan : Tadi bapak menjelaskan tentang komponen gaji. Kok komponen gaji pokok satuannya kecil dibanding total gaji. Memang gaji pokok itu apa sih pak ......

Saya : Gaji pokok itu yaa ..... pokoknya gaji. Ya gaji sekedarnya saja. Jadi ya ... kecil. Kalau ditambahin dengan tunjangan-tunjangan ya jadi besar. Gimana ...

Karyawan : Ohhhhhh .....

Setelah itu saya lihat karyawan tersebut menggaruk-garuk kepalanya berkali-kali. Saya tidak tahu persis apa yang ada dalam pikirannya.


3. Karyawan Tetap

Masih sewaktu menjadi Manager HRD, seorang karyawan baru bertanya :

Karyawan : Pak, untuk menjadi karyawan tetap syaratnya apa sih ...

Saya : Anda sudah bekerja minimal 2 tahun dan mendapatkan penilaian kerja yang baik. Memangnya ada apa ... Anda kan karyawan baru ...

Karyawan : Enggak kok pak. Tadi saya dengar kalau menjadi karyawan tetap itu akan mendapat banyak fasilitas.

Saya : Gini. Anda kepingin jadi karyawan tetap atau tetap karyawan ....

Karyawan : Emang bedanya apa Pak ...

Saya : Kalau karyawan tetap itu ya, anda kerja terus di sini. Kalau tetap karyawan ya, anda selamanya jadi karyawan walaupun tidak kerja disini.

Karyawan : Terus baikan yang mana ...

Saya : Kalau bisa jangan jadi keduanya. Enakan jadi bos.


4. Penghasilan Tetap

Dalam sebuah sesi seminar tentang Membangun Jiwa Entrepreneurship, saya melontarkan sebuah pertanyaan ice breaking.

Saya : Ibu-2, anda lebih suka pada suami yang punya penghasilan tetap atau tetap berpenghasilan ...

Ibu-2 : Ya jelas yang punya penghasilan tetap. Jadi ngatur pengeluarannya kan enak ...

Saya : Walaupun penghasilannya tetap kecil ...

Ibu-2 : (pada bengong dan sebagian ribut sendiri)

Saya : Tentu anda semua lebih suka yang tetap besar kan. Nah wirausahalah jalannya.


5. Kader Inti

Ketika diminta menjelaskan hirarki keanggotaan di sebuah partai politik – dimana dibedakan untuk mempermudah proses pembinaan kaderisasinya – seorang peserta bertanya dengan lugasnya.

Peserta : Tadi dijelaskan tentang adanya kader pendukung dan kader inti. Yang dimaksud dengan kader inti itu apa sih .....

Saya : Kader inti itu ya .... intinya kader.

Peserta : Maksudnya ...

Saya : Kalau kader pendukung sifatnya cuma mendukung, maka kader inti harus jadi penggerak utama roda organisasi. Jadi ya itu tadi, intinya kader.

Peserta : Oh .....


6. Konflik Ambon.

Saya diundang oleh teman-2 HMI Komisariat UNS untuk menjadi salah satu pemrasaran pada acara diskusi tentang konflik Ambon ketika berkecamuknya konflik horizontal di Ambon.

Tiba-tiba ada seorang peserta diskusi yang dengan sangat semangatnya mencecar dan membantai saya dengan argumentasinya.

Peserta : Semestinya kaum muslimin di sana tidak perlu menyerang balik, karena justru akan menimbulkan perang berkepanjangan tanpa henti. Muslim harus mengedepankan perdamaian sebagai perwujudan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin ...

Saya : (Sambil menatap tajam wajah si penanya, saya lempar dia dengan spidol yang saat itu saya pegang)

Peserta : (Setelah berusaha menangkis sekenanya) Kok anda marah begitu. Saya kan bertanya, jawab dong yang benar, bukannya anda marah begitu.

Saya : Mas, lemparan saya yang anda tangkis itu sakit nggak rasanya ...

Peserta : Ya enggak sih ... tetapi nggak benar anda lempar saya begitu ...

Saya : Seandainya mas tidak menangkis lemparan saya, kira-kira kalau spidol itu mengenai badan mas, sakit nggak rasanya ...

Peserta : Ya enggak juga, tetapi kenapa saya harus dilempar begitu ...

Saya : Gini mas. Anda tahu kalau dilempar spidol begitu tidak akan menimbulkan rasa sakit. Tetapi anda melakukan perlawanan begitu gigihnya. Anda marah-marah dan bahkan kalau tidak ditahan teman-teman yang lain, anda mungkin akan melawan saya.

Peserta : Habis anda kurang ajar, pakai lempar spidol segala ke saya. Emang saya salah apa. Orang cuma nanya ...

Saya : Sekarang bayangkan mas di Ambon. Di Ambon itu yang ada adalah pertaruhan hidup dan mati. Kalau tidak menyerang maka diserang, kalau tidak mempertahankan diri maka dibantai. Kalau tidak melawan, maka dihabisi.

Jadi kalau mas yang yakin lemparan saya tidak akan menyakiti tetapi begitu gigihnya mas melawan saya, begitulah yang terjadi dengan kaum muslim di Ambon. Tidak ada pilihan lain ...

Jadi Mas jangan berwacana saja yang berlawanan dengan realita yang mas tunjukkan sendiri baru saja ...

Peserta : (bengong tertunduk lesu) ......


Wait for next episode ...



No comments:

Post a Comment