Monday, June 30, 2008

Bebas Memilih

Dalam satu perjalanan darat dari Meulaboh Aceh Barat ke Tapaktuan di Aceh Selatan pada pertengahan Juni 2008 - dalam satu rangkaian tour panjang jajaran DPP PK Sejahtera di seantero propinsi Nangroe Ac h Darussalam – ada suatu kejadian penuh hikmah.

Saya dan rombongan ( ada dua mobil) yang termasuk rombongan zona barat (seluruh rombongan dibagi 3, zona timur, tengah dan barat NAD) mengendarai mobil jenis Kijang LGX. Mobil ini lumayan representatif, walaupun juga tidak bisa dikatakan ‘sangat’ representatif. Dilihat dari tampilan luarnya lumayan bagus, tetapi ternyata mobil tersebut menyimpan beberapa persoalan. Belum lagi berangkat, sebuah sekerup menancap tembus di ban depan bagian kanan yang memaksa rombongan harus sabar menunggu proses tambal. Dan setelah jalan, ternyata pendingin ruangannya (AC) tidak berfungsi dengan baik. Sehingga terasa panas dan kalau berjalan di daerah berkabut maka kaca menjadi buram.

Jalur Meulaboh di Aceh Barat ke Tapaktuan di Aceh Selatan adalah rute ke dua kami, setelah sehari sebelumnya kami menempuh perjalanan darat yang jauh dari Banda Aceh ke Meulaboh di pesisir barat Aceh.

Setelah seharian kami mengadakan training motivasi dan penggodokan strategi pemenangan pemilu 2009 di Meulaboh, sampailah saatnya kami melanjutkan perjalanan ke rute berikutnya. Sekitar pukul 18.30 waktu Meulaboh kami melanjutkan perjalanan. Perjalan Banda Aceh ke Meulaboh yang semula hanya diisi oleh masing-masing 4 penumpang tiap mobilnya (bagian belakang diisi penuh peralatan pribadi dan amunisi akomodasi), kini untuk rute Meulaboh ke Tapaktuan mobil yang saya tumpangi kebagian tambahan 1 orang (ustaz lulusan Azhar, Kairo Mesir). Sehingga penumpang di jok tengah menjadi 3 orang.

Karena sang ustaz masuk ke mobil paling akhir dan masuk dari pintu sebelah kanan dimana saya sebelumnya duduk dikursi kanan, maka sayapun bergeser dan memberikan kesempatan pada ustaz untuk duduk dikursi yang sebelumnya saya duduki. Jadilah saya duduk dibagian tengah jok kursi yang terasa lebih tinggi dari bagian kiri dan kanan serta tidak memiliki sandaran kepala yang memadai. Dan perjalananp Meulaboh Tapaktuanpun dimulai.

Rute ini tidak kalah serunya dengan rute banda Aceh Meulaboh yang kami tempuh sehari sebelumnya. Jalanan rusak dan meliuk-liuk menjadi menu sepanjang perjalanan. Supir yang memang masih muda memacu mobil dengan kencang, tak peduli jalanan rusak ataupun meliuk-liuk melahap setiap tikungan. Kami bertiga yang ada di jok tengah (terutama saya, karena tidak ada sandaran dan pegangan tangan) menjadi sedikit kerepotan mengikuti liukan body mobil melahap tikungan. Ditambah lagi suasana agak panas karena AC yg kurang sempurna.

Selama perjalanan saya terus ngobrol (terutama dengan Pak Azhar yang duduk disebelah kiri saya, tim DPP PKS yang berangkat bersama dari Jakarta) apa saja untuk membunuh kebosanan di perjalanan, sambil sesekali tubuh kami terguncang-guncang.

Sekitar 500 meter menjelang tempat kami menginap di Tapaktuan, Allah memberikan pelajaran lagi untuk kami. Ban belakang bagian kiri mobil kami bocor, yang memaksa kami harus turun dan berjalan menuju penginapan karena tidak kami temukan tambal ban. Dan mobilpun tetap digelandang ke penginapan tanpa penumpang (kecuali sopir) dalam keadaan bocor.
Besok paginya saat kami menikmati sarapan pagi di tepian pantai Aceh Selatan nan indah, Pak Azhar bercerita tentang kejadian semalam. Dia mengatakan ,” Wah gawat nih mobil kalau kondisinya tetap begitu. Padahal kan perjalanan kita masih 2 hari. Apalagi nanti rute terakhir dari kota Subulussalam menuju Medan adalah rute yang berat, karena menembus pegunungan Leuser. Tadinya saya mau ngeluh dengan mobil ini, mana panas lagi karena Acnya error. Tapi karena saya lihat Pa Bambang yang posisinya lebih nggak enak daripada saya kelihatannya enjoy saja, maka saya urung ngeluh. Nggak enak sama Pak Bambang”. “Koq bisa sih Pak Bambang, bisa enjoy begitu,”tukasnya lagi.

“Pak Azhar, saya teringat kata-kata Pa Anis Matta pada suatu ketika. Katanya, rahasia kebahagiaan seseorang dalam hidupnya ada pada bagaimana cara menikmati dan mensyukuri setiap karunia kehidupan yang didapatinya. Ketika kita ditakdirkan menjadi miskin, maka pilihan paling rasional dan paling baik adalah menikmati dan mensyukuri karunia kemiskinan, sambil terus berupaya untuk terus memperbaiki keadaan. Karena menjadi uring-uringan dan marah-marah untuk mensikapi kemiskinan yang kita dapatkan, juga tidak menyelesaikan masalah. Dengan uring-uringan dan marah-marah juga tidak serta merta merubah keadaan, menjadikan kita lepas dari kemiskinan. Kalau dengan uring-uringan dan marah-marah menjadikan kita serta merta menjadi lebih kaya dan lepas dari roda kemiskinan, maka saya anjurkan kepada semua orang untuk selalu uring-uringan dan marah-marah setiap hari agar menjadi lebih kaya. Tetapi pada kenyataannya enggak kan “, timpalku nyerocos sambil menyantap ikan goreng yang tersaji.

“ Demikian juga dengan kejadian semalam. Menjadi uring-uringan dan mengeluh tidak serta merta menjadikan AC menjadi dingin lagi, juga tidak menjadikan jalanan menjadi halus dan lurus. Juga tidak dengan tiba-tiba menjadikan perjalanan jadi lebih nyaman. Bahkan bisa jadi dengan uring-uringan dan mengeluh, semakin menjadikan supir stress dan setirannyapun menjadi lebih tidak nyaman. Makanya saya memilih untuk santai dan menikmati perjalanan yang ada. Dengan memilih menikmati perjalanan, maka kondisi yang sebenarnya tidak enak menjadi enak-enak aja. Dengan memilih menikmati perjalanan, supirpun menjadi tenang dan santai mengendalikan mobil yang menjadikan perjalanan menjadi lebih terkendali. Dan dengan memilih menikmati perjalanan, andapun menjadi segan untuk mengeluh dan ikut-ikutan memilih menikmati. Tidak ada kondisi yang tidak enak, kalau kita memilih untuk menikmati”, tambahku lagi.

“Dan yang lebih penting lagi, saya dihadirkan ke sini untuk memompakan semangat kader semuanya. Apa jadinya kalau saya sendiri tidak mampu menyemangati diri saya sendiri. Menyemangati orang lain adalah mentransfer suasana hati saya kepada orang lain. Kalau suasana hati saya sedang “tidak semangat” maka yang tertransfer bukan lagi “semangat” akan tetapi bisa jadi malah kemurungan dan demotivasi”.

Wallahu a’lam.

No comments:

Post a Comment